Jadi
peternak itu mudah mas, Pak, Om, atau Pakdhe…tapi menyandang predikat
breeder itu yang susah..karena kalau kita ingin jadi peternak tinggal
kita beli indukan, lalu kawinkan..tunggu hasilnya, rebes…lulus lah kita
mendapat predikat peternak, cum laude lagi…he..he
Bagaimana
dengan breeder, wow itu yang berat..karena di luar sana breeder
merupakan profesi, bukan sekedar pengisi waktu luang semacam kita (saya)
tapi ga ada salahnya kan kita meniru mereka?? Setidaknya etos yang
mereka pegang, Bukan buat sekedar gengsi tapi lebih pada kepuasan diri,
itu menurut saya.
Ketika seorang peternak berhenti pada titik
ternakannya sudah berproduksi, maka seorang breeder masih harus terus
berjalan, di jalan yang terjal, gelap berliku lagi…(sok puitis
ya???ha..ha…biarain, gini-gini juga alumni sastra saya…).
Mengapa
terjal? Karena kita akan berhadapan dengan berbagai masalah terkait
ternakan kita, ada yang sakit lah, mati lah, ga mau berjodoh lah,
perilakunya ga sesuai keinginan lah dan lah lah yang lainnya.
Mengapa gelap? Karena kita belum punya panduan “ilmu titen” terhadap
hasil ternakan kita, kenapa? Karena jam terbang kita yang masih nol
besar, pertanyaan apakah anakannya lebih baik atau lebih jelek dari
indukannya, apakah sifat yang baik ataupun jelek akan diturunkan pada
anaknya, pada cucunya, pada buyutnya dan seterusnya…nah untuk menerangi
gelap itu jalan satu-satunya ya harus kita ikuti perkembangan materi
kandang kita, dan itu butuh waktu,..dan hanya orang sabar yang punya
waktu..berjalan ditempat gelap harus perlahan-lahan, ga bisa
ngebut..makanya sebelum memutuskan menjadi breeder, Tanya dulu diri
sendiri apa saya punya waktu ya?? Sampai sekarang saya juga belum bisa
menjawab pertanyaan itu.
Mengapa berliku, salah satu
jawabnya..dalam perjalanan memelihara materi kandang kita..akan muncul
berbagai kejutan (bagi yang baru memulai lho) yang kadang bikin down,
kadang bikin happy…kenapa bapaknya merah, induknya hitam kok anaknya ada
yang jalak ya? Kenapa induknya jangkung anaknya kuntet ya?he..he..
Sudah intro-nya, sekarang masuk bab pembahasan…
Ketika kita mendatangkan mendatangkan materi untuk breeding di kandang
kita, usahakan mendapatkannya dari peternak yang benar-benar anda
percayai, tanyakan silsilahnya sebagai gambaran awal bagi kita, karena
saya yakin ketika kita mendatangkan materi ternak bagi kandang kita,
pasti sebelumnya sudah tergambar mau bagaimana ke depannya, dan
tergambar pula hasil yang hendak dicapai dengan materi tersebut.
Ada banyak metode yang telah dikembangkan oleh banyak breeder diseluruh
dunia dalam rangka memperkokoh pondasi materi dikandang mereka,
sehingga menghasilkan berbagai macam unggas semisal merpati, ayam laga
dan sebagainya dengan karakter yang kuat, unggul dan hebatnya lagi mampu
bertahan selama puluhan tahun dan puluhan generasi…sementara itu baru
sampai dimana ternakan kita??
Memang sudah ada yang mampu
mencetak juara-juara namun hanya sampai disitu, setelah juara-juara
tersebut mati..mati pula karya pemiliknya, karena karakter yang dimiliki
sang juara tidak menurun pada generasi selanjutnya..
Ada beberapa
langkah agar sifat unggul dari materi kandang kita dapat baka pada
generasi selanjutnya, namun sebelum melangkah jauh dalam bahasan saya
kali ini mengkhususkan pada pondasi awal dulu, yaitu mencetak strain
murni dahulu..alias pure strain.
Sebelumnya saya anggap semua
yang tertarik pada bahasan ini telah memahami dasar-dasar genetika
Mendel, kalo belum silahkan cek di dokumen terkait. Selain itu anda
sudah benar-benar menjatuhkan pilihan pasangan ayam terbaik yang bisa
anda dapatkan ingat ujaran seorang breeder bernama Tan Bark, “Good
breeding is only a matter of intelligent selection of brood fowl…” (Tan
Bark, Game Chickens and How to Breed Them, 1964, p. 27). Pemuliabiakan
tak lain hanyalah masalah kecerdasan dalam memilih indukan untuk
dibiakkan.
Tahap awal setelah kita menjatuhkan pilihan pada
ayam mana yang akan menjadi materi awal penyusun pondasi breeding kita
yaitu PURE STRAIN alias STRAIN MURNI dengan perkawinan pola line
breeding, untuk itu saya ambilkan system yang digunakan oleh William
Morgan dari Morgan Whitehackle Fame dan beberapa breeder dari Inggris
yang dikenal dengan metode “ 3 time in and once out ”. Ilustrasi bagan
dibuat oleh Dr. Charles RH Everett dan Craig Russell (bagan saya
lampirkan)
Generasi ke 1
Generasi ke 2
Generasi ke 3
Generasi ke 4
Perhitungan secara genetiknya adalah :
Generasi ke 1 :
Pejantan x Induk betina
Menghasilkan anak dengan komposisi gen ½. Mengapa ½??? Karena anak kan
berasal dari gabungan gen 2 induknya, jadi si anak mendapat ½ gen
bapaknya, dan ½ lagi dari induknya…itu teoritisnya.
Generasi ke 2 :
Pejantan x anak betina
Induk betina x anak jantan
Menghasilkan anak dengan komposisi gen ¾
Generasi ke 3 :
Pejantan x cucu betina
Induk betina x cucu jantan
Menghasilkan anak dengan komposisi gen 7/8
Generasi ke 4:
Pejantan x buyut betina
Induk betina x buyut jantan
Menghasilkan anak dengan komposisi gen 15/16
Anakan hasil generasi ke 4 kita seleksi jantan-jantan terbaik dan
betina-betina terbaik ( generasi ke 5 )untuk kita inbreed-kan. Dari
hasil seleksi ini bisa kita jadikan indukan-indukan baru dan mengulang
lagi pola breeding seperti di awal lagi.
Namun jika kita lebih
memilih melanjutkan linebreeding maka Indukan-indukan ini (generasi ke 5
) oleh C.A Fistensterbusch dijuluki dengan “ “ seed stock “ “.
Atau alternative lainnya adalah, kita pilih 3 atau 5 betina terbaik,
kemudian kita mulai breeding system clan mating (akan kita bahas lain
waktu saja tentang system ini….okeee).
Nah dengan system
beeding ini banyak breeder yang telah mengklaim keberhasilannya dalam
mempertahankan karakter unggulan materi kandangnya selama
bertahun-tahun. Contohnya, Alva Campbell dengan “ Campbell Blue
Boones-nya” dia me-linebreed-kan betina-betinanya dengan satu ayam
terhebatnya bernama “ Daniel Boone ” hampir selama 11 tahun penuh. D.H
Pierce dengan “ Wisconsin Red Shufflers “ dia linebreed-kan selama 35
tahun tanpa kehilangan karakter unggulnya.
Yang perlu diperhatikan jika kita hendak menggunakan system ini maka ada beberapa hal yang penting kita perhatikan yaitu:
1. Jika kita punya niatan melakukan inbreed maka pilihlah hanya yang mempunyai karakter paling menonjol sesuai tujuan kita
2. Pilihlah yang akan di inbreed tadi tanpa pandang bulu, pilih yang terbaik bukan yang paling menarik anda
3. Dalam line breeding dengan model bagaimanapun usia materi ternak
kita jangan disia-siakan, intinya jangan membuang-buang waktu
4.
Idealnya pasangkan 1 jantan dengan 1 betina selama 4 atau 5 tahun,
fleksibel saja yang penting berapapun pasangannya usahakan selama 4 atau
5 tahun tidak gonta-ganti pasangan.
5. Catatlah secara akurat, setiap perjodohan
6. Lakukan inbreeding dengan akurat dan hati-hati
Akhirnya selesai sudah..selamat mencoba!!
Sumber:
1. Narragansett, The Gamecock (1985)
2. Tan Bark, Game Chickens and How to Breed Them (1964)
3. C.A Finsterbusch, Cockfighting All Over the Word, ????
4. Grit and Steel, Histories of Game Strains, ????
Bagaimana dengan breeder, wow itu yang berat..karena di luar sana breeder merupakan profesi, bukan sekedar pengisi waktu luang semacam kita (saya) tapi ga ada salahnya kan kita meniru mereka?? Setidaknya etos yang mereka pegang, Bukan buat sekedar gengsi tapi lebih pada kepuasan diri, itu menurut saya.
Ketika seorang peternak berhenti pada titik ternakannya sudah berproduksi, maka seorang breeder masih harus terus berjalan, di jalan yang terjal, gelap berliku lagi…(sok puitis ya???ha..ha…biarain, gini-gini juga alumni sastra saya…).
Mengapa terjal? Karena kita akan berhadapan dengan berbagai masalah terkait ternakan kita, ada yang sakit lah, mati lah, ga mau berjodoh lah, perilakunya ga sesuai keinginan lah dan lah lah yang lainnya.
Mengapa gelap? Karena kita belum punya panduan “ilmu titen” terhadap hasil ternakan kita, kenapa? Karena jam terbang kita yang masih nol besar, pertanyaan apakah anakannya lebih baik atau lebih jelek dari indukannya, apakah sifat yang baik ataupun jelek akan diturunkan pada anaknya, pada cucunya, pada buyutnya dan seterusnya…nah untuk menerangi gelap itu jalan satu-satunya ya harus kita ikuti perkembangan materi kandang kita, dan itu butuh waktu,..dan hanya orang sabar yang punya waktu..berjalan ditempat gelap harus perlahan-lahan, ga bisa ngebut..makanya sebelum memutuskan menjadi breeder, Tanya dulu diri sendiri apa saya punya waktu ya?? Sampai sekarang saya juga belum bisa menjawab pertanyaan itu.
Mengapa berliku, salah satu jawabnya..dalam perjalanan memelihara materi kandang kita..akan muncul berbagai kejutan (bagi yang baru memulai lho) yang kadang bikin down, kadang bikin happy…kenapa bapaknya merah, induknya hitam kok anaknya ada yang jalak ya? Kenapa induknya jangkung anaknya kuntet ya?he..he..
Sudah intro-nya, sekarang masuk bab pembahasan…
Ketika kita mendatangkan mendatangkan materi untuk breeding di kandang kita, usahakan mendapatkannya dari peternak yang benar-benar anda percayai, tanyakan silsilahnya sebagai gambaran awal bagi kita, karena saya yakin ketika kita mendatangkan materi ternak bagi kandang kita, pasti sebelumnya sudah tergambar mau bagaimana ke depannya, dan tergambar pula hasil yang hendak dicapai dengan materi tersebut.
Ada banyak metode yang telah dikembangkan oleh banyak breeder diseluruh dunia dalam rangka memperkokoh pondasi materi dikandang mereka, sehingga menghasilkan berbagai macam unggas semisal merpati, ayam laga dan sebagainya dengan karakter yang kuat, unggul dan hebatnya lagi mampu bertahan selama puluhan tahun dan puluhan generasi…sementara itu baru sampai dimana ternakan kita??
Memang sudah ada yang mampu mencetak juara-juara namun hanya sampai disitu, setelah juara-juara tersebut mati..mati pula karya pemiliknya, karena karakter yang dimiliki sang juara tidak menurun pada generasi selanjutnya..
Ada beberapa langkah agar sifat unggul dari materi kandang kita dapat baka pada generasi selanjutnya, namun sebelum melangkah jauh dalam bahasan saya kali ini mengkhususkan pada pondasi awal dulu, yaitu mencetak strain murni dahulu..alias pure strain.
Sebelumnya saya anggap semua yang tertarik pada bahasan ini telah memahami dasar-dasar genetika Mendel, kalo belum silahkan cek di dokumen terkait. Selain itu anda sudah benar-benar menjatuhkan pilihan pasangan ayam terbaik yang bisa anda dapatkan ingat ujaran seorang breeder bernama Tan Bark, “Good breeding is only a matter of intelligent selection of brood fowl…” (Tan Bark, Game Chickens and How to Breed Them, 1964, p. 27). Pemuliabiakan tak lain hanyalah masalah kecerdasan dalam memilih indukan untuk dibiakkan.
Tahap awal setelah kita menjatuhkan pilihan pada ayam mana yang akan menjadi materi awal penyusun pondasi breeding kita yaitu PURE STRAIN alias STRAIN MURNI dengan perkawinan pola line breeding, untuk itu saya ambilkan system yang digunakan oleh William Morgan dari Morgan Whitehackle Fame dan beberapa breeder dari Inggris yang dikenal dengan metode “ 3 time in and once out ”. Ilustrasi bagan dibuat oleh Dr. Charles RH Everett dan Craig Russell (bagan saya lampirkan)
Generasi ke 1
Generasi ke 2
Generasi ke 3
Generasi ke 4
Perhitungan secara genetiknya adalah :
Generasi ke 1 :
Pejantan x Induk betina
Menghasilkan anak dengan komposisi gen ½. Mengapa ½??? Karena anak kan berasal dari gabungan gen 2 induknya, jadi si anak mendapat ½ gen bapaknya, dan ½ lagi dari induknya…itu teoritisnya.
Generasi ke 2 :
Pejantan x anak betina
Induk betina x anak jantan
Menghasilkan anak dengan komposisi gen ¾
Generasi ke 3 :
Pejantan x cucu betina
Induk betina x cucu jantan
Menghasilkan anak dengan komposisi gen 7/8
Generasi ke 4:
Pejantan x buyut betina
Induk betina x buyut jantan
Menghasilkan anak dengan komposisi gen 15/16
Anakan hasil generasi ke 4 kita seleksi jantan-jantan terbaik dan betina-betina terbaik ( generasi ke 5 )untuk kita inbreed-kan. Dari hasil seleksi ini bisa kita jadikan indukan-indukan baru dan mengulang lagi pola breeding seperti di awal lagi.
Namun jika kita lebih memilih melanjutkan linebreeding maka Indukan-indukan ini (generasi ke 5 ) oleh C.A Fistensterbusch dijuluki dengan “ “ seed stock “ “.
Atau alternative lainnya adalah, kita pilih 3 atau 5 betina terbaik, kemudian kita mulai breeding system clan mating (akan kita bahas lain waktu saja tentang system ini….okeee).
Nah dengan system beeding ini banyak breeder yang telah mengklaim keberhasilannya dalam mempertahankan karakter unggulan materi kandangnya selama bertahun-tahun. Contohnya, Alva Campbell dengan “ Campbell Blue Boones-nya” dia me-linebreed-kan betina-betinanya dengan satu ayam terhebatnya bernama “ Daniel Boone ” hampir selama 11 tahun penuh. D.H Pierce dengan “ Wisconsin Red Shufflers “ dia linebreed-kan selama 35 tahun tanpa kehilangan karakter unggulnya.
Yang perlu diperhatikan jika kita hendak menggunakan system ini maka ada beberapa hal yang penting kita perhatikan yaitu:
1. Jika kita punya niatan melakukan inbreed maka pilihlah hanya yang mempunyai karakter paling menonjol sesuai tujuan kita
2. Pilihlah yang akan di inbreed tadi tanpa pandang bulu, pilih yang terbaik bukan yang paling menarik anda
3. Dalam line breeding dengan model bagaimanapun usia materi ternak kita jangan disia-siakan, intinya jangan membuang-buang waktu
4. Idealnya pasangkan 1 jantan dengan 1 betina selama 4 atau 5 tahun, fleksibel saja yang penting berapapun pasangannya usahakan selama 4 atau 5 tahun tidak gonta-ganti pasangan.
5. Catatlah secara akurat, setiap perjodohan
6. Lakukan inbreeding dengan akurat dan hati-hati
Akhirnya selesai sudah..selamat mencoba!!
Sumber:
1. Narragansett, The Gamecock (1985)
2. Tan Bark, Game Chickens and How to Breed Them (1964)
3. C.A Finsterbusch, Cockfighting All Over the Word, ????
4. Grit and Steel, Histories of Game Strains, ????
Tidak ada komentar:
Posting Komentar